Seiring dengan berjalannya waktu dan pola hidup saat ini, ada saja kemungkinan pekerja/buruh mengalami sakit. Penyebabnya pun berbagai macam, mulai dari beban pekerjaan hingga pola hidup yang tidak teratur. Seringkali pekerja/buruh tersebut mempertanyakan mekanisme perhitungan pembayaran yang seharusnya mereka terima. Memang penggunaan software payroll indonesia mempermudah HR dalam menjelaskan mekanisme perhitungan yang dibayarkan kepada karyawan.
Akan tetapi dari aspek peraturan pemerintah, bagaimana hak pekerja/buruh yang sakit atas upah mereka?
Berdasarkan UU No.13 Tahun 2003 Pasal 93 ayat 1 menyatakan bahwa upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. Namun pada ayat 2 menyatakan bahwa Pasal 93 ayat 1 tidak berlaku jika pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan.
Jika pekerja/buruh sakit (memenuhi kondisi ayat 2) sampai dengan 12 bulan maka menurut Pasal 93 ayat 3, yaitu :
- Untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah
- untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah
- untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah
- untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum
- pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.
Dan pengusaha juga dilarang untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan pekerja/buruh sakit menurut surat keterangan dokter yang tidak melampaui 12 bulan secara terus menerus seperti tertulis pada UU No.13 Tahun 2003 Pasal 153 ayat 1.
Jika pekerja/buruh sakit berkepanjangan dan melebihi 12 bulan terus menerus maka pekerja/buruh dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan diberikan dua kali uang pesangon, dua kali uang penghargaan masa kerja, dan satu kali uang pengganti hak seperti yang sudah diatur dalam UU No.13 Tahun 2003 Pasal 172.
Untuk uang pesangon, uang penghargaan dan uang pergantian hak juga memiliki ketentuan sebagai berikut :
Uang Pesangon :
- Masa kerja < 1 tahun = 1 bulan upah
- Masa kerja 1 tahun/lebih tetapi kurang dari 2 tahun = 2 bulan upah
- Masa kerja 2 tahun/lebih tetapi kurang dari 3 tahun = 3 bulan upah
- Masa kerja 3 tahun/lebih tetapi kurang dari 4 tahun = 4 bulan upah
- Masa kerja 4 tahun/lebih tetapi kurang dari 5 tahun = 5 bulan upah
- Masa kerja 5 tahun/lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 6 bulan upah
- Masa kerja 6 tahun/lebih tetapi kurang dari 7 tahun = 7 bulan upah
- Masa kerja 7 tahun/lebih tetapi kurang dari 8 tahun = 8 bulan upah
- Masa kerja 8 tahun/lebih = 9 bulan upah
Uang Penghargaan :
- Masa kerja 3 tahun/lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 2 bulan upah
- Masa kerja 6 tahun/lebih tetapi kurang dari 9 tahun = 3 bulan upah
- Masa kerja 9 tahun/lebih tetapi kurang dari 12 tahun = 4 bulan upah
- Masa kerja 12 tahun/lebih tetapi kurang dari 15 tahun = 5 bulan upah
- Masa kerja 15 tahun/lebih tetapi kurang dari 18 tahun = 6 bulan upah
- Masa kerja 18 tahun/lebih tetapi kurang dari 21 tahun = 7 bulan upah
- Masa kerja 21 tahun/lebih tetapi kurang dari 24 tahun = 8 bulan upah
- Masa kerja 24 tahun atau lebih = 10 bulan upah
Uang Pergantian Hak :
- Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur
- Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja
- Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat
- Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
Lalu bagaimana jika pekerja/buruh tanpa surat dokter?
Berdasarkan UU No.13 Tahun 2003 Pasal 168, Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri. Maka perusahaan dapat mengkategorikan mangkir jika tidak dapat membuktikan surat keterangan dokter.
Dengan penjelasan di atas maka sudah ada Undang Undang yang mengatur tentang ijin sakit pekerja/buruh dan pekerja/buruh wajib memberikan bukti berupa surat dokter atau surat keterangan sakit agar upahnya dapat dibayarkan. Untuk mempermudah penentuan pembayaran terhadap buruh yang sakit, HR dapat memanfaatkan fitur attendance dan payroll yang terdapat pada software payroll indonesia.
Sumber :